Bahasa gaul adalah salah satu gejala jurang pemisah antar
generasi yang cukup gawat, karena disebabkan rasa kecewa, tidak puas, dan
pesimitis, dengan kata lain frustasi. Hal ini bias dibuktikan dari beberapa
kosakata yang mereka gunakan, misalnya kata-kata bokap, nyokap, mudir, tuwir,
tajir, cintrong, bĂȘte, cembokur, mupeng, pedekate, salting, lekong, syaik, dan
bow, yang sudah menjadi kosakata sehari-hari.
Pada proses kosakata bahasa gaul, dapat ditinjau dari dua
segi, yaitu proses pembentukan pada tingkat fonem dan proses pada tingkat kata.
Pada fonem terjadi perubahan dari diftong/au/dan/ai perubahan menjadi
monoftong/o/dan/e. misalnya atau menjadi ato, kalau menjadi kalo, pakai menjadi
pake. Pada proses ini terjadi pula gejala penghilangan fonem awal pada kata
habis menjadi kata abis, sama menjadi ama, memang menjadi emang,dll.
Pada tingkat kata terdapat gejala akronim, misalnya kata
bĂȘte “banyak trouble”, bigos “bikin gossip”, mupeng “muka pingin”, CLBK “cinta
lama bersemi kembali”, ICP “ikatan cowok persolek”, PLN “pasaran lagi naik”.
Dan masih banyak lagi kosakata yang diciptakan dengan maksud untuk memisahkan
yang mengerti dan yang tidak mengerti. Beberapa kosakata tersebut sengaja
dibentuk dengan menciptakan kosakata-kosakata baru maupun dengan cara
menyimpangkan kosakata-kosakata lama menjadi makna baru.
Melihat kenyataan diatas bahwa pelajar sekarang lebih
tertarik menggunakan bahasa gaul yang terkadang tidak mengerti oleh generasi
sebelumnya, membuat guru cukup kesulitan untuk berkomunikasi secara baik dengan
siswa. Ada beberapa kosakata yang tidak difahami oleh guru. Ini adalah bukti
bahwa siswa lebih nyaman untuk membuat komunitas sendiri dan memisahkan diri
dari komunikasi lain seperti guru dan orang tua mereka.
Suka ataupun tidak suka, bahasa gaul yang digunakan oleh
siswa sekarang mempunyai fungsi dan tujuan yang beragam yang perlu kita
apresiasi dengan baik. Melalui interpretasi penulis sendiri, fungsi yang
dimunculkan dari penggunaan bahasa gaul yang pertama adalah sebagai alat untuk
menyampaikan maksud secara emotif, contohnya : kata bow, so, cing, yap, deh,
assoy. Fungsi yang kedua sebagai alat untuk menyatakn rasa hormat, contohnya :
kata sohib, ente, afdol, liat, taon, boong. Fungsi yang ketiga adalah sebagai
alat untuk menyatakan rasa solidaritas, contohnya : kata cinlok, orbek (orang
beken), GR, ICP, amrik, matre, seleb, sekul. Bahasa gaul selain memiliki fungsi
cermin kelmpok anak muda, juga memiliki fungsi komunikatif yang mengarah pada
peningkatan ketrampilan berbicara dan membaca.
Untuk itu bahasa yang digunakan anak muda itu sangat
dinamis, penuh gengsi dan cermin ekspresi diri. Kelahiran dan perkembangan
bahasa gaul bukan saja merupakan peristiwa social, tetapi lebih penting lagi
sebagai gejala social. Gejala itu tidak boleh dinafikan atau dianggap remeh,
tetapi justru perlu diamati sebagai akibat dan cerminan dari satu kenyataan
social.
Besarnya pengaruh bahasa gaul dikalangan anak muda perlu
mendapat perhatian yang besar, karena penggunaan bahasa secara intensif dalam
pergaulan akan menjamin penggunaan bahasa Indonesia umum yang lebih luas.
Dengan demikian kosa kata bahasa gaul lebih tepat dikatakan sebagai benih atas
kosa kata bahasa Indonesia baku dan akan menjadi sumber kata untuk bahasa
Indonesia secara umum. Walaupun kosa kata bahasa gaul tersebut banyak
menyimpang dari kaidah bahasa Indonesia baku, tetap penggunaan dan penciptaan
kosa kata bahasa gaul haruslah dihargai sebagai hasil kreativitas penutur
bahasa.
Berdasarkan perkembangan bahasa gaul tersebut,kita semua
berharap adanya pemakluman dan penyadaran bagi semua pihak atas bahasa yang
diciptakan kelompok anak usia muda. Hendaknya memakai bahasa gaul dapat
menciptakan kosakata bahasa gaul pada batas yang wajar dengan kesadaran bahwa
bahasa tersebut dibentuk tidak sampai mengacaukan tindak komunikasi. Untuk itu
perlu perhatian khusus melalui pendidikan atau pembinaan bahasa Indonesia pada
anak muda.
Bahasa gaul Indonesia merupakan atau yang khas dan jarang
dijumpai di Negara-negara lain kecuali di komunitas-komunitas Indonesia.
Akar dari bahasa gaul adalah bahasa prokem. Kata prokem
sendiri merupakan bahasa gaul dari preman. Bahasa ini awalnya digunakan oleh
kalangan preman untuk berkomunikasi satu sama lain secara rahasia. Agar kalimat
mereka tidak diketahui oleh kebanyakan orang, mereka merancang kata-kata baru
dengan cara antara lain mengganti kata dengan lawan kata, mencari kata sepadan,
menentukan angka-angka, penggantian, distribusi fonem, penambahan awalan,
sisipan, atau akhiran. Masing-masing komunitas (daerah) memiliki rumusan
sendiri-sendiri. Pada dasarnya bahasa ini untuk memberikan kode kepada lawan
bicara (kalangan dan juga menggunakan).
Contoh yang sangat mudah dikenali adalah dagadu yang artinya
matamu. Perubahan kata ini menggunakan rumusan penggantian fonem, dimana huruf
M diganti dengan huruf D, sedangkan huruf T dirubah menjadi huruf G. Sementara
huruf vocal sama sekali tidak mengalami perubahan. Rumusan ini didasarkan pada
susunan huruf pada aksara jawa yang dibalik dengan melompati satu barisuntuk
masing-masing huruf. Bahasa ini dapay kita jumpai di daerah Yogyakarta dan
sekitarnya.
Dewasa ini, bahasa prokem mengalami pergeseran fungsi dari
bahasa rahasia mrnjadi bahasa gaul. Dalam konteks kekinian, bahasa gaaul
merupakan dialek bahasa non-formal yang terutama digunakan disuatu daerah atau
komunitas tertentu (kalangan homo seksual atau waria). Penggunaan bahasa gaul
menjadi lebih dikenal khalayak ramai setelah Debby Sahertian mengumpulkan kosa
kata yang digunakan dalam komunitas tersebut dan menerbitkan kamus yang bernama
kamus pada bahasa gaul pada tahun 1999.
Solusi dari masalah ini :
Solusinya
adalah ditingkatkan kesadaran terhadap remaja tentang pentingnya menggunakan
bahasa indonesia yang baik dan benar yang disosialisasikan mulai sekolah dasar
sampai perguruan tinggi, agar anak-anak penerus bangsa tidak lupa dengan bahasa
persatuanya masing-masing